Program Studi Ilmu Politik dan Magister Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Jakarta menggelar seminar internasional dengan mengusung tema ‘Remembering 1989 Tiananmen Sq. Tragedy: why it occurred and the way it was crushed?’. Kegiatan ini dilaksanakan secara daring dan luring di auditorium Kasman Singodimedjo Fisip Umj, Senin, (05/06/2023).

Baca juga : Prodi ILKOM FISIP UMJ Gelar Seminar Antisipasi Bullying

Demikian salah satu butir pandangan dalam Seminar Internasional Remembering 1989 Tiananmen Sq. Tragedy: Why it Occurred and the way it was Crushed? yang berlangsung di Aula Kasman Singodimedjo di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Muhammadiyah Jakarta hari Senin (5/6). Seminar yang diselenggarakan oleh Program Studi Ilmu Politik dan Magister Ilmu Politik FISIP Universitas Muhammadiyah Jakarta diadakan dalam rangka memperingati 34 tahun tragedi di Lapangan Tiananmen dan dihadiri mahasiswa secara langsung dan secara on-line. Peringatan tragedi Tiananmen diadakan di berbagai negara tepat pada Minggu  4 Juni 2023.

Kaprodi Magister Ilmu Politik Dr. Lusi Andriyani membuka acara di Auditorium Kasman Singodimedjo FISIP UMJ, Senin, (05/06/2023).

Pembicara seminar ini melibatkan kalangan akademisi dari India dan Indonesia. Dari India telah hadir secara digital mantan Direktur Jenderal Infrantri militer India Letjen (Purn) Rameshwar Yadav Dekan  Faculty of Worldwide Research, Jawaharlal Nehru College, Prof. Srikanth Kondapalli, dan Dr. Mahesh Ranjan Debata,  Dosen Jawaharlal Nehru College. Sedangkan dari Indonesia Dr. Sri Yunanto dari Program Magister Ilmu Politik, FISIP UMJ,  wartawan senior Veeramalla Anjaiah, Dosen Program Studi Ilmu Politik FISIP UMJ Debbie Affianty M.Si dan wartawan senior  Telly Nathalia. Seminar ini dipimpin oleh Dr. Asep Setiawan dari Prodi Magister Ilmu Politik FISIP UMJ. Kaprodi Magister Ilmu Politik Dr. Lusi Andriyani membuka acara mewakili Dekan FISIP UMJ Dr. Evi Satipsi dan Kaprodi Ilpol Dr. Usni.

Inspirasi

Dikatakan inspirasi karena dengan munculnya demonstrasi melibatkan ribuan orang di Beijing dan berbagai kota di China menunjukkan kekuatan mahasiswa  yang menginginkan tegaknya demokrasi. Aksi ini terpicu meninggalnya pemimpin Partai Komunis China professional Demokrasi Hu Yaobang bulan April. Mereka berunjukrasa selama tiga bulan yang terpusat di Lapangan Tiananmen sampai membuat sejumlah tiruan patung liberti, image kebebasan.

Wartawan senior Telly Nathalia memperlihatkan video liputan tragedy di Lapangan Tiananmen dimana mahasiswa berunjuk rasa secara bebas yang kemudian ditumpas dengan pengerahan tank dan tantara ke Lapangan Tiananmen. Menurut Telly, salah satu yang terinspirasi unjuk rasa mahasiswa professional demokrasi itu adalah Indonesia 1998.Mahasiswa ikut menjadi motor Gerakan professional demokrasi yang berkulminasi pendudukan Gedung DPR/MPR sehingga Presiden Soeharto juga akhirnya mundur. Peristiwa ini, jelas Telly yang juga ikut berdemo pada waktu itu, menunjukan adanya kesamaan dengan China dimana mahasiswa berperan dalam mendorong demokratisasi. Dosen FISIP UMJ Debbie Affianty membenarkan bahwa tragedi Tiananmen ini menjadi inspirasi bagi gerakan professional demokrasi di Indonesia 1998.

Namun demikian kegagalan mahasiswa China, jelas Dekan Faculty of Worldwide Research, Jawaharlal Nehru College, Prof. Srikanth Kondapalli, dikarenakan kurangnya kekompakan diantara mereka. Disebutkan para mahasiswa yang berunjuk rasa di China dan terutama di Lapangan Tiananmen terpecah-pecah jadi beberapa kelompok. Sedangkan penguasa waktu itu kompak mulai dari Partai Komunias China dan militernya sehingga dapat menumpas gerakan mahasiswa yang menelan korban banyak.

Sementara itu Dr. Sri Yunanto menjelaskan bahwa jika membandingkan kondisi di China tahun 1989 dengan kondisi Indonesia 1998, ada kesamaan yakni terjadinya Gerakan mahasiswa menuntut demokrasi. Namun di Indonesia terjadi krisis ekonomi yang kemudian mendorong cepatnya perubahan politik. Sedangkan di China tahun 1989 tidak terjadi krisis ekonomi sehingga hanya mahasiswa yang bergerak untuk mewujudkan demokrasi di sana.

Dosen Prodi Ilmu Politik FISIP UMJ dan kandidat Doktor Hubungan Internasional Debbie Affianty mencatat bahwa setelah tragedi ini China memiliki beberapa karakteristik dalam perkembangannya. Pertama China fokus kepada ekonomi di atas segala-galanya. Kedua,penumpasan dengan kekerasan terhadap aksi demokrasi menyebabkan negara dan masyarakat teralienasi, masyarakat apatis dan elit hanya mengejar pembangunan nasional untuk kepentingan pribadi.Ketiga, muncul sinisme dan tiadanya harapan karena idealisme yang pernah diperjuangkan terhenti.

Dalam bagian lainnya, wartawan senior Veeramalla Anjaiah menjelaskan ini adalah protes terbesar dan terlama dalam sejarah China. Bahkan diperkirakan, lebih dari satu juta orang mahasiswa, pekerja dan masyarakat umum, ikut serta dalam aksi protes damai tersebut. Para pengunjuk rasa menyerukan kebebasan, demokrasi, penghentian korupsi, reformasi ekonomi dan politik,  Sebagai tanggapan, pemerintah, yang dijalankan oleh Partai Komunis China mengirimkan 200.000 tentara dan ratusan tank serta kendaraan lapis baja untuk menumpas aksi protes tersebut pada tanggal 3-4 Juni 1989. Pihak berwenang Beijing mengumumkan Darurat Militer pada tanggal 20 Mei untuk menekan protes, yang dimulai pada tanggal 16 April sebagai unjuk rasa kecil dan berubah menjadi protes besar-besaran.

Editor : Tria Patrianti


3