Salah satu isu terhadap adanya penolakan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan yang saat ini sedang dibahas oleh DPR dan pemerintah justru berpotensi menghambat kebutuhan terhadap pelindungan hukum yang lebih jelas dan kuat untuk dokter, perawat, bidan, apoteker dan tenaga kesehatan lainnya dalam memberikan pelayanan. Hal ini disampaikan Ketua Umum DPP Himpunan Advokat Spesialis Rumah Sakit (HASRS) Dr. Muhammad Luthfie Hakim, S.H., M.H. dalam sambutannya.

DPP Himpunan Advokat Spesialis Rumah Sakit (HASRS) dan Program Studi Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) berkolaborasi dengan DPN Perhimpunan Advokat Indonesia Suara Advokat Indonesia (PERADI SAI), dan DPP Masyarakat Hukum Kesehatan Indonesia (MHKI), serta didukung oleh Altea Care, RS. Mitra Keluarga Group, RS. Nationwide Hospital, Asia Stemcell Middle dan Kortex akan mengangkat masalah di atas dalam Serial Webinar Nasional Hukum Kesehatan Ke-11 dengan tema “RUU Kesehatan: Transformasi Kesehatan Atau Sentralisasi Kekuasaan?” secara daring Stay di Youtube Kitras.id pada, Kamis (22/06/2023).

Webinar Nasional ini diisi oleh sambutan dari Dekan Fakultas Hukum (FH) UMJ Dr. Dwi Putri Cahyawati, S.H., M.H., Narasumber Ketua Umum DPP Himpunan Advokat Spesialis Rumah Sakit (HASRS) DR. Muhammad Luthfie Hakim, S.H., M.H., Ahli Hukum Tata Negara dan Dosen FH UMJ Prof. Dr. Zainal Hoesein, S.H., M.H., Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Dr. dr. Mohammad Adib Khumaidi, Sp.OT.

Dalam sambutannya Dekan FH UMJ Dr. Dwi Putri Cahyawati, S.H., M.H., menyampaikan kegiatan ini diadakan untuk mengkritisi rancangan RUU Kesehatan dengan mengundang para ahli hukum dibidang kesehatan, dan memberikan kejelasan kepada masyarakat mengenai keadilan di dalam hukum kesehatan.

Pada kesempatan ini Ahli Hukum Tata Negara dan Dosen FH UMJ Prof. Dr. Zainal Hoesein, S.H., M.H. yang juga Narasumber pada acara ini, memaparkan RUU Kesehatan untuk siapa dan ditinjau dari hukum ketatanegaraan.

“Untuk siapa RUU Kesehatan? Dalam prinsip bernegara: tentang cita-cita dan tujuan bersama, tentang landasan bernegara, bentuk lembaga-lembaga dan prosedur pengelolaan negara. Artinya RUU Kesehatan ini harus didasarkan pada cita-cita landasan bernegara, serta harus sesuai dengan prosedur pengelolaan negara,”ungkap Prof Zainal.

“RUU kesehatan menggunakan nalar politik atau nalar hukum? Hakikat hukum adalah mempertemukan dan mengintegrasikan anatara cita-cita hukum dengan keadilan, kehendak masyarakat dengan kemaslahatan. Kehendak penyelenggara negara dengan kepastian hukum. Kehendak ethical dengan kebenaran,”lanjut Prof Zainal.

Selanjutnya Ketua Umum PB IDI Dr. dr. Mohammad Adib Khumaidi, Sp.OT., memberikan pandangan terhadap transformasi kesehatan dari RUU kesehatan.

“Salah satu pilar dalam RUU Kesehatan adalah akan menciptakan layanan kesehatan yang dalam upaya mencegah orang sehat menjadi sakit. Adapun Hak masyarakat atas layanan kesehatan: upaya kesehatan perseorangan, setiap org berhak atas kesehatan  (pasal 4 UU No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan),”ungkap dr. Adib.

Pemaparan Narasumber terakhir yang merupakan Ketua Umum DPP Himpunan Advokat Spesialis Rumah Sakit (HASRS) Dr. Muhammad Luthfie Hakim, S.H., M.H., berbicara tentang tanggung jawab kehadiran negara dalam penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan yang layak dan memberikan gambaran fasilitas kesehatan di Indonesia dan persebaran rumah sakit di Indonesia.

“Tanggung jawab konstitusional negara di sektor kesehatan yaitu merupakan tanggung jawab negara atas penyediaan Fasilitas Pelayanan Kesehatan (FASYANKES) dan fasilitas umum yang layak. Dengan demikian negara perlu hadir dan menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan yang layak kepada masyarakat Indonesia,”ungkap Luthfie.

Setelah penyampaian materi oleh Narasumber selesai, dilanjutkan dengan sesi Tanya jawab dan diakhiri dengan pemberian sertifikat secara digital. (KV/KSU)


1