Tag: Berkemajuan

Dua Kunci Menuju Pendidikan Unggul dan Berkemajuan


13

Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), Prof. Dr. Ma’mun Murod, M.Si., menyebutkan dua kunci menuju pendidikan unggul dan berkemajuan. Pertama, adanya pemimpin yang memiliki visi dan misi kuat. Sedangkan kunci kedua adalah political will.

Baca juga : Rektor UMJ Letakkan Batu Pertama Pembangunan TK Aisyiyah Cinangka

Hal ini disampaikannya dalam Seminar Nasional yang diselenggarakan oleh Pimpinan Cabang Muhammadiyah dan Aisyiyah Kemang bekerja sama dengan Muhammadiyah Boarding College Ki Bagus Hadikusumo, di Aula Masjid MBS 2, Kemang, Parung, Kab, Bogor, Sabtu (09/12/2023).

Dalam seminar yang mengusung tema “Membangun Lembaga Pendidikan yang Unggul Berkemajuan” ini, Ma’mun menegaskan bahwa pendidikan unggul berawal dari pemimpin yang tidak hanya memiliki visi dan misi tapi juga kesungguhan untuk mengimplementasikan kebijakan. “Berkaca pada negara lain yang dulunya berada di bawah kita (Indonesia), sekarang maju karena ada political will,” ungkapnya.

Pendidikan adalah salah satu indikator indeks pembangunan manusia yang saat ini di Indonesia masih sangat rendah dibandingkan dengan negara-negara ASEAN. Padahal, menurut Ma’mun, pendidikan telah diatur dalam konstitusi yang anggarannya mencapai 20 persen dari APBN.

“Anggaran itu menguap ke mana-mana. Akhirnya gedung-gedung sekolah sangat memprihatinkan. Selain itu ada bias antara pendidikan negeri dan swasta, diskriminasi seolah-olah hanya negeri yang diberikan kesempatan untuk membangun sumber daya,” katanya.

Berkaitan dengan itu, ia menyoroti kontribusi Muhammadiyah yang hingga saat ini memiliki ribuan sekolah. “Perguruan tinggi negeri jumlahnya hanya 10 persen. Jumlah perguruan tinggi Muhammadiyah jauh lebih besar. Padahal konstitusi jelas menyatakan bahwa mencerdaskan kehidupan bangsa itu tugas negara,” ujar Ma’mun.

Selain dua kunci tersebut, Ma’mun juga menjelaskan bahwa untuk memajukan pendidikan maka tidak boleh ada konflik inside lembaga pendidikan apalagi hingga terjadi perpecahan, serta permasalahan keuangan yang cukup sensitif. Keduanya akan memengaruhi keberlangsungan lembaga pendidikan.

Seminar nasional dalam rangka Milad ke-111 Muhammadiyah ini juga menghadirkan tiga narasumber lainnya, yaitu Pendiri Bangun Indonesia Ir. H. Alfiantono, MBA., Tokoh Pendidikan Kabupaten Bogor Asep Wahyuwijaya, M.IPOL., dan Ketua BMPS Kabupaten Bogor Dr. H. Agus Sriyanta, M.Pd.

Seminar ini diikuti oleh kurang lebih seratus peserta yang terdiri dari warga persyarikatan, organisasi otonom di lingkungan Desa Kemang, Kec. Parung, Kab. Bogor dan santri MBS Ki Bagus Hadikusumo. Hadir pula Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kabupaten Bogor, Pimpinan Cabang Muhammadiyah Kemang, dan Pimpinan MBS Ki Bagus Hadikusumo.

Editor : Tria Patrianti

Abdul Mu’ti: Muhammadiyah Komitmen Bangun Pesantren Berkemajuan

Fenomena menarik saat ini adalah meningkatnya minat masyarakat untuk mempercayakan pendidikan putra putrinya di pesantren, termasuk keluarga besar Muhammadiyah. Ketua Badan Pembina Harian (BPH) Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) Prof. Dr. Abdul Mu’ti, M.Ed menyampaikan, dengan mempunyai Boarding Faculty merupakan trademark pesantren Muhammadiyah. Tentu, Muhammadiyah harus berkomitmen membuktikan miliki pesantren yang berkonsep berkemajuan.

Baca Juga : Abdul Mu’ti : Scroll Society Jadi Budaya Baru Masyarakat

Hal itu diungkapkannya saat memberikan sambutan sekaligus membuka Seminar Nasional peringatan hari santri bertajuk Peran Santri Dalam Membangun Peradaban Berkemajuan, di Auditorium Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) UMJ, Sabtu (4/11/23).

Boarding Faculty itu menjadi trademarknya kita, sekali menggunakan istilah itu kita harus membangun institusi yang menggambarkan kemajuan. Tentu, jangan sampai hanya sebuah nama saja tetapi isinya tidak berbeda,” tegas Muti.

Lebih lanjut, Muti menjelaskan peningkatan minat terhadap pesantren dari tiga segi yakni kesadaran umat, pertumbuhan ekonomi keluarga muslim dan peningkatan kualitas pesantren. Salah satu faktor pendorong yaitu kelompok muslim kelas menengah.  Muti menyebut mereka sebagai kelompok Mukidi (Muda, Kaya, Intelek, dermawan, dan idealis).

“Pesantren tidak lagi identik dengan 3K (Kumuh, Kumel, dan Kudis) dan low revenue society. Penggambaran pesantren yang seperti itu sudah berubah. Saat ini justru pesantren menjadi sebuah pilihan utama,” jelas Muti 

Selain itu, Muti juga menjelaskan bahwa Muhammadiyah perlu memiliki perbedaan tidak hanya dari karakteristik nama, tetapi mannequin pembelajaran yang berbeda diantaranya mannequin pembelajaran terintegrasi.  Tentu, itu mengimplementasikan konsep berkemajuan  yakni mengintegrasikan ilmu agama dan ilmu modernitas.

Seminar ini diiniasiasi Lembaga Pengembangan Pesantren Pimpinan Pusat (LP2 PP) Muhammadiyah bekerjasama dengan Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ). Tidak hanya itu, seminar ini digelar secara hybrid diikuti oleh LP2 Pimpinan Pusat serta Wilayah, PTMA, Unit Pembantu Pimpinan (UPP) Muhammadiyah, hingga Pondok pesantren diberbagai daerah.

Pada kesempatan yang sama, Ketua LP2 PP Dr. H. Maskuri, M.Ed., menuturkan bahwa pesantren telah dipercaya sebagai satu lembaga pendidikan Islam yang mampu melakukan transformasi kebudayaan sesuai dengan perkembangan dan tuntutan zaman.

Tentu, peran santri makin mengalami dinamika yang pesat, tidak hanya menguasai ilmu agama tapi juga perlu menguasai sains, teknologi dan keterampilan abad 21 yakni komunikasi, kolaborasi, berpikir kritis, berpikir inovatif, kreatif dan solutif.

“Fungsi Pesantren semakin luas tidak hanya dakwah, tetapi pemberdayaan masyarakat. Masyarakat saat ini hidup di abad ke-21, kita harus menanamkan komunikasi, kolaborasi, kritis, inovatif, kreatif, dan solutif. Agar nantinya akan ada tokoh dengan pemikiran berkemajuan sekaliber KH. Ahmad Dahlan, ” jelas Maskuri saat ditemui di sela acara.

Maskuri menjelaskan bahwa tujuan seminar ini mengidentifikasi peran santri serta merumuskan langkah pesantren Muhammadiyah untuk membangun peradaban berkemajuan.

“Kita bisa memperoleh masukan membangun Pesantren Muhammadiyah yang berkemajuan. Ajaran Al-Qur’an perlu diterjemahkan dalam kehidupan nyata, sehingga bisa mengkontekstualisasikan isi dan kandungan dalam kehidupan untuk kemajuan bangsa,” tambah Maskuri.

Dalam sesi lain, UMJ juga mendorong adanya pesantren mahasiswa di lingkungan Perguruan Tinggi Muhammadiyah Aisyiyah (PTMA). Pernyataan ini diungkapkan oleh Ketua LPP AIK Drs. Fakhrurazi, M.A.

“UMJ juga akan melaksanakan konsep pesantren mahasiswa, tentu perlu menemukan formulasi yang sesuai dengan pesantren Muhammadiyah sebagai bahan masukan sehingga setiap PTMA memilikinya. Hal itu juga sebagai upaya membantu pengembangan mahasiswa dibidang Al Islam Kemuhammadiyahan,” ungkapnya saat memberikan sambutan

Sederet narasumber yang dihadirkan pada seminar nasional peringatan hari santri diantaranya Dr. Okay.H. M. Saad Ibrahim, M.A, Dr. Mahrus, M.Ag., Prof. Okay.H. Agus Purwanto, D. Sc., H. Asep Purnama Bahtiar, S.Ag., M.Si., Rita Pranawati, MA., dan Irfan Amali, MA.

Seminar membahas tiga tema yaitu Revitalisasi Pesantren Sebagai Pusat Pengembangan Ilmu Pengetahuan Ke Islaman, Mannequin Integrasi Keilmuan Pesantren Muhammadiyah untuk Membangun Peradaban Kemajuan, Dinamika Pesantren Muhammadiyah dan Kontribusinya, Membangun Pesantren Ramah Santri, dan Kepengasuhan Santri Berbasis nilai-nilai Perdamaian.

Editor : Dian Fauzalia

Artikel Abdul Mu’ti: Muhammadiyah Komitmen Bangun Pesantren Berkemajuan pertama kali tampil pada Universitas Muhammadiyah Jakarta.

Wujudkan Perempuan Berkemajuan, LPPA PWA DKI Jakarta Bahas Pemilu Berkeadaban –

Lembaga Penelitian dan Pengembangan ”Aisyiyah (LPPA) Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta selenggarakan Diskusi Publik dengan tajuk Pemilu Berkeadaban Menuju Demokrasi Yang Lebih Baik di Aula Lodge Alia Cikini secara hybrid, Senin dan Rabu (25-27/9/23).

Penyelenggaraan Diskusi Publik ini sebagai bentuk komitmen ‘Aisyiyah yang tertuang dalam risalah perempuan berkemajuan. Risalah tersebut merupakan hasil dari Muktamar ke-48, yang mengharuskan ‘Aisyiyah untuk ikut berperan aktif membantu menyelesaikan masalah kebangsaan dalam hal ini tentang masalah kepemiluan dalam menyongsong pemilu 2024. Hal itu disampaikan oleh Ketua Pimpinan Wilayah ‘Aisyiyah DKI Jakarta Drs. Hj. Elo Albugis, M.Ag., saat memberikan sambutan sekaligus membuka acara.

Baca juga : Camat Senen Dukung PWA DKI Jakarta Turunkan Angka Stunting

Hal senada disampaikan Wakil Rektor II sekaligus Ketua Pelaksana Acara, Dr. Ir. Mutmainah, MM., sebagai organisasi perempuan terbesar ‘Aisyiyah memiliki komitmen untuk berperan aktif dan mendorong keterlibatan perempuan dalam semua aspek kehidupan terutama politik.

“Keterlibatan perempuan dalam proses politik sangat penting. ‘Aisyiyah berkomitmen untuk terus mendorong keterlibatan perempuan, sesuai dengan tagline ‘Aisyiyah perempuan berkemajuan yakni ikut terlibat dalam aspek ekonomi, politik, sosial, dan budaya,” ungkap Mutmainah.

Universitas Muhamamdiyah Jakarta (UMJ) memiliki keterlibatan dalam acara diskusi publik dengan pimpinan, dosen, dan alumni menjadi pelaksana dan pembicara pada kegiatan tersebut. Antara lain, Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) DKI Jakarta, Prof. Dr. Agus Suradika, M.P.d., Rektor UMJ, Prof. Dr. Ma’mun Murod, S.Sos., M.Si., Wakil Rektor II, Dr. Ir. Mutmainah, MM., Wakil Ketua Divisi Kajian LPPA PWA DKI Jakarta, Dr. Endang Sulastri, M.si., Anggota KPU DKI Jakarta, Dody Wijaya S.sos., dan Ketua Prodi MIPOL FISIP UMJ Dr. Lusi Andriyani, M.Si.

Pandangan tentang peran Muhammadiyah terhadap politik mengemuka diawal diskusi publik. Menurut, Wakil PWM DKI Jakarta yang juga dikenal sebagai Guru Besar UMJ, Prof. Agus Suradika, keterlibatan Muhammadiyah dalam politik adalah sebuah keniscayaan. Muhammadiyah perlu ikut ambil bagian dan tidak boleh apatis terhadap politik.

Lebih lanjut, Agus menyoroti tentang bagaimana kader Muhammadiyah perlu berdiaspora dalam politik. Hal ini sebagai bentuk dukungan untuk mewujudkan cita-cita Muhammadiyah dalam membangun masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
“Biarkan kader menyebar ke berbagai partai politik, dengan harapan membawa nilai-nilai perjuangan amar ma’ruf nahi munkar sesuai ajaran Muhammadiyah,” pungkas Agus.

Pada kesempatan yang sama, Rektor UMJ, Prof. Dr. Ma’mun Murod, S.Sos., M.Si., dalam paparannya mengatakan bahwa menjelang pemilihan umum banyak isu-isu politik strategis yang muncul menjelang pemilu. Ia memetakan mulai dari idependensi penyelenggara pemilu, netralitas lembaga survei, ongkos politik yang mahal, polarisasi politik, politik puritan, hoax, hingga politik identitas.

Dengan jejaring yang luas tentu Muhammadiyah dapat berperan aktif dalam politik. Ma’mun juga menyampaikan bahwa sikap Muhammadiyah dalam menghadapi kontestasi politik adalah independen aktif. “Organisasinya independen, tetapi warga muhammadiyah aktif. Jadi, Bapak atau Ibu semua harus aktif, jangan diam. Memang untuk saat ini politik kita terlihat maskulin walaupun ada keterlibatan tiga puluh persen untuk perempuan, namun wajahnya tetap maskulin. Harapannya dengan keterlibatan Ibu (‘Aisyiyah) di politik, nantinya bisa memperhalus politik kita,” jelas Mamun.

Tak kalah menarik, pembahasan diskusi publik juga menilik dari sisi keterlibatan perempuan. Hal itu disampaikan Ketua Divisi riset LPP PWA DKI Jakarta, Prof. Dr. Suswandari, M.Pd yang membahas tentang pentingnya Keterwakilan perempuan dalam lembaga politik. Ia menjelaskan bagaimana tantangan perempuan dalam kesetaraan politik, mulai dari hambatan struktural, institusiomal, dan kultural.

Tidak hanya itu, untuk menakar kesiapan pemilu, diskusi juga melibatkan dari sisi penyelenggara yakni alumni dari Ilmu Politik FISIP UMJ dan juga Anggota KPU DKI Jakarta 2023-2028, Doddy Wijaya, S.sos membahas tentang teknis penyelenggaraan pemilu dari tahapan, kampanye, dasar hukum, hingga masalah dan tantangan pemilu. Turut juga mengundang lembaga pemerhati pemilu, yang dihadiri langsung oleh Direktur Perludem, Khaerunissa Agustiani, ia mengupas bagaimana strategi kampanye caleg perempuan dalam menarik simpati Pemilih.

Kegiatan diskusi dihadiri Organisasi Otonom (Ortom) Wilayah DKI Jakarta. Diskusi Publik akan dilanjutkan pada Rabu mendatang.

Editor : Dian Fauzalia


7

Haedar Nashir: Pendidikan Islam Berkemajuan Jadi Tantangan Lembaga Dakwah di Indonesia

Peradaban pendidikan Islam berkemajuan menjadi tantangan besar bagi lembaga dakwah dan pendidikan Islam di Indonesia. Hal tersebut disampaikan Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Prof. Dr. H. Haedar Nashir, M.Si. dalam acara Penganugerahan Gelar Doktor Kehormatan/Physician Honoris Causa dalam bidang Manajemen Pendidikan Islam,  Ust. Adi Hidayat, Lc., M.A., dari  Sekolah Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), bertempat di Aula Okay.H A. Azhar Basyir UMJ, Selasa (30/05/2023).

Baca juga : UMJ Anugerahkan Gelar Kehormatan Physician HC Kepada UAH

Menurut Haedar, gelar Physician Honoris Causa layak dianugerahkan kepada Ust. Adi Hidayat berdasarkan keselarasan nilai-nilai persyarikatan serta akademik yang sesuai dengan representasi pendidikan Islam berkemajuan yang harus disebarluaskan kepada masyarakat, khususnya di lingkungan Muhammadiyah.

“Saya yakin penganugerahan gelar Physician Honoris Causa yang diberikan kepada Ust. Adi Hidayat oleh UMJ adalah tepat, terlebih Ust. Adi Hidayat merupakan sosok luar biasa, termasuk hapalannya. Kami percaya setelah Ust. Adi Hidayat memperoleh gelar yang tinggi ini akan semakin tinggi ilmunya, serta tawadhu dalam mengembangkan pendidikan islam kepada persyarikatan umat, bangsa, dan world,” ungkap Haedar.

Lebih lanjut, Haedar mengungkapkan terdapat banyak tantangan bagi lembaga pendidikan dan dakwah Islam di Indonesia yang mengimplementasikan pendidikan Islam di dunia. Salah satunya Muhammadiyah, lembaga dakwah Islam yang menyebarluaskan pendidikan Islam pertama kali lewat Dirasah Islamiyah sejak 1 Desember 1911.

Ustaz adi hidayat
Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Prof. Dr. H. Haedar Nashir, M.Si (Tengah), Ustaz Adi Hidayat, Lc, MA (kiri) dan Rektor UMJ, Dr. Ma’mun Murod, M.Si., dalam sidang senat terbuka di Aula Okay.H A. Azhar Basyir UMJ, Selasa (30/05/2023).

Disampaikan Haedar bahwa realitas budaya dan ekosistem pendidikan islam sering berbenturan dengan nilai-nilai ajaran agama Islam dalam menghasilkan lulusan sesuai kemampuan holistik antara non secular, intelektual, iman, ilmu, dan amal sesuai dengan adat islam berkemajuan.

“Sebagaimana kita normatifkan dan idealisasikan, jika kita berhadapan dengan pola perilaku yang membudaya, seperti korupsi, penyalahgunaan kekuasaan dan berbagai prilaku nista, baik private maupun kolektif, artinya ada kesenjangan transformasi antara nilai-nilai keutamaan dalam realitas kehidupan yang penuh dengan pesona,” ungkap Haedar.

Ada 21.021 dosen, 20.889 doktor, dan 241 guru besar yang dimiliki oleh Perguruan Tinggi Muhammadiyah dan Aisyiyah (PTMA), dan tentu saja UMJ juga terus menghasilkan tambahan doktor-doktor baru.

Haedar berharap setelah diraihnya gelar Physician Honoris Causa, Ust. Adi Hidayat dapat menyebarluaskan pemikiran-pemikiran dan rintisan pendidikan Islam yang transformatif untuk kemajuan pengimplementasian dalam pengembangan pendidikan Muhammadiyah dan Institusi Islami di Indonesia.

“Saya yakin pemikiran dan keilmuan Ust. Adi Hidayat sangat diperlukan di Muhammadiyah, terlebih di lembaga pendidikan Islam lainnya yang holistic, trendy dan berkemajuan di tengah ekosistem yang tidak selalu sejalan dengan nilai-nilai Islam al-fitrah dan al-badilah,” tutup Haedar

Penganugerahan gelar Physician Honoris Causa Bagi Ust. Adi Hidayat dihadiri oleh sejumlah tokoh politik dan tokoh nasionalis Indonesia, di antaranya pengurus PP Muhammadiyah, tokoh nasional, Menteri, Duta besar negara-negara sahabat, keluarga, dan para kerabat UAH.

Editor : Tria Patrianti


76