Tag: AIDS

Dosen UMJ Ikut Peringati Hari AIDS Sedunia Bersama LPP Aisyiyah Kota Bekasi


4

Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat, Dr. Dewi Purnamawati, SKM., MKM., dan dosen Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jakarta, Dr. dr. Tirta Ariguntar Wikaningtyas, Sp. PK., turun langsung mendukung peringatan hari AIDS Sedunia bersama Lembaga Penelitian dan Pengembangan Aisyiyah Kota Bekasi. Kedua dosen ini ikut melaksanakan rangkaian kegiatan berupa skrining kesehatan, konseling, dan edukasi komprehensif HIV dan AIDS di area Automotive Free Day (CFD) kota Bekasi, (10/12/2023).

Baca juga : Webinar Mahasiswa FKM UMJ Angkat Topik Akhiri AIDS Di 2030

Saat ini masih ada beberapa tantangan dalam permasalahan HIV dan AIDS, di antaranya upaya mencapai goal ambisius 95% orang dengan HIV dan AIDS (ODHA) mengetahui statusnya, 95% ODHA mendapat Anti Retroviral (ARV), dan 95% ODHA dengan ARV mendapatkan standing viral load.

Ketua LPPA Kota Bekasi yang juga dosen FKM UMJ, Dr. Nurfadhilah SKM, MKM., menegaskan bahwa peringatan hari AIDS Sedunia bukan hanya tentang mengenang dan meningkatkan kesadaran, tetapi juga mengambil tindakan.

Melalui tema “Let Communities Lead”  peringatan hari AIDS sedunia tahun ini ingin menyampaikan pesan bahwa komunitas memiliki peran kunci dalam mencapai tujuan bersama. Oleh karenanya, masyarakat diharapkan bisa bersatu untuk mendukung upaya pencegahan, pengobatan, dan mengakhiri stigma terkait dengan HIV dan AIDS. Selain itu, pentingnya pengetahuan juga menjadi sesuatu yang tidak bisa diabaikan. Pengetahuan adalah senjata terkuat dalam melawan permasalahan HIV dan AIDS dan menumbuhkan pemahaman yang akurat.

Lebih lanjut Ketua LPPA Kota Bekasi,  Dr. Nurfadhilah SKM, MKM., juga mengatakan bahwa setiap tindakan kecil dapat membawa perubahan besar yang positif. Ia berharap kegiatan peringatan ini tidak hanya sekadar memberikan informasi, tetapi bisa menggerakan masyarakat untuk mengambil tindakan, memerangi stigma, dan memperkuat sumber daya lokal untuk menghadapi tantangan terkait HIV dan AIDS.

“Bersama-sama kita memimpin langkah menuju dunia yang bebas dari HIV dan AIDS. Biarkan komunitas kita memimpin perubahan,” pungkas Nurfadhilah.

Editor: Tria Patrianti

Webinar Mahasiswa FKM UMJ Angkat Topik Akhiri AIDS Di 2030


24

Dalam rangka memperingati hari AIDS sedunia,  Mahasiswa Magister Peminatan Promosi Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah Jakarta (FKM UMJ) bekerjasama dengan Dinas Kesehatan Kota Tangerang menggelar webinar mengangkat topik Bergerak Bersama Komunitas Akhiri AIDS 2030, Rabu, (6/12/2023). Kegiatan ini juga didukung oleh Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) dan Pergerakan Anggota Muda IAKMI (PAMI) Nasional.

Baca juga : Mahasiswa FKM UMJ Ikuti Discussion board Kesehatan Internasional

Webinar yang digelar secara daring ini menghadirkan tiga narasumber diantaranya Ketua Tim Kerja sama HIV PIMS, Dr. Endang Lukitosari, United Nation Programme on HIV and AIDS Indonesia, Bagus Rahmat Prabowo, dr, MScPH, dan Kepala Dinas Kesehatan Kota Tangerang, Dr. Dini Anggraeni, MM., sebagai Keynote Speech.

Setiap tanggal 1 Desember diperingati sebagai hari AIDS sedunia. Tema yang diambil pada webinar kali ini menggaris bawahi bahwa kolaborasi, keterlibatan aktif masyarakat, dan komitmen bersama menjadi penting untuk mencapai goal international dalam mengeliminasi AIDS di tahun 2023. Hal ini disampaikan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kota Tangerang, Dr. Dini Anggraeni, MM.

AIDS merupakan salah satu penyakit berbahaya yang dapat menyebabkan kesakitan dan kematian, sehingga penting untuk memunculkan kesadaran dan tindakan dalam mengatasi tantangan yang dihadapi oleh komunitas international terkait HIV dan AIDS.  Peran aktif komunitas adalah kunci utama dalam mencapai tujuan untuk menciptakan perubahan positif, memberikan dukungan dan menghancurkan dinding stigma yang terkadang masih menjadi punggawa bagi pencegahan HIV AIDS.

“Dengan bergerak bersama kita dapat membangun lingkungan yang mendukung, memberdayakan dan memberikan informasi yang benar kepada masyarakat,” Ungkap Dini. Lebih lanjut Dini mengatakan bahwa Dinas Kesehatan kota Tangerang berkomitmen untuk mengeliminasi AIDS di 2030 dengan menyediakan pelayanan yang ramah, terjangkau, dan berkualitas.

Ketua Tim Kerja sama HIV PIMS, Dr. Endang Lukitosari, MPH., sebagai narasumber pertama menjelaskan tentang Komitmen Kementerian Kesehatan dalam eliminasi AIDS 2023. Mengawali pemarapan, Endang menjelaskan tentang information epidemi HIV di Indonesia dan goal ending AIDS. “Dalam information HIV-AIDS, kita semua harus bisa berkolaborasi menghasilkan information, mengkoreksi, dan memanfaatkan information menjadi advokasi yang bisa menjadi kebijakan,” Jelas Endang.

Adapun strategi ending AIDS yang dicanangkan meliputi percepatan pencapaian 95% orang mengetahui standing HIV melalui tes deteksi dini, 95% dari ODHIV mendapatkan pengobatan ARV, dan 95% ODHIV ON ARV Virus Tersupresi. Peran komunitas harus mampu mendukung temuan kasus pada kelompok populasi kunci.

Endang menyebut tantangan yang dihadapi dalam penurunan angka AIDS yakni upaya pencegahan belum cukup efektif, belum semua fasilitas kesehatan memberi pelayanan pengobatan HIV, banyak misplaced to comply with up dari ODHIV, dan banyak ODHIV yang belum mendapat akses untuk tes viral load.

United Nation Programme on HIV and AIDS Indonesia, Bagus Rahmat Prabowo, dr, MScPH, yang hadir sebagai narasumber kedua memaparkan tentang Peran Komunitas dalam melakukan penjangkauan, pendampingan, dan perlindungan kpeada ODHV. Menurutnya, komunitas memainkan peran penting dalam pencegahan HIV, pendampingan ODHIV, perlindungan hak-hak, mengurangi stigma, dan mendukung kesetaraan Kesehatan karena komunitas memiliki akses yang lebih baik ke ODHIV di lingkungan sekitarnya. Integrasi program HIV dengan komunitas dapat meningkatkan akses ke layanan dan mendukung individu yang terinfeksi HIV secara holistic.

Selain itu, edukasi dan peningkatan kesadaran tentang HIV adalah kunci untuk mengurangi stigma, meningkatkan pemahaman, dan mendorong tindakan positif. Kolaborasi antara sektor pemerintah, swasta, akademisi, media, dan organisasi masyarakat diperlukan untuk mengatasi tantangan HIV. Dukungan emosional dan sosial dari komunitas juga menjadi kunci dalam membantu ODHIV untuk hidup sehat dan berkontribusi pada upaya international untuk mengakhiri AIDS.

Sebagai narasumber ketiga, Majelis Pakar Pengurus Pusat IAKMI, Husein Habsy, SKM., M.Comm. menjelaskan tentang Peran Organisasi Profesi dalam eliminasi AIDS 2023. “Sebagai sebuah organisasi profesi, fokus utama yang dilakukan adalah penguatan kompetensi dari para anggota. Namun,  pada beberapa isu para anggota dan pengurus mampu untuk menjalankan berbagai intervensi sesuai dengan minatnya termasuk pada bidang kesehatan masyarakat,” Ujar Husein.

IAKMI merupakan salah satu organisasi Kesehatan masyarakat yang bersifat independen dan multidisipliner dalam bidang Kesehatan masyarakat untuk kepentingan Kesehatan masyarakat. Adapun peran tenaga kesmas dalam upaya penanggulangan HIV-AIDS diantaranya pengelolaan program HIV-AIDS, melakukan temu ilmiah, seminar, workshop, coaching on HIV-AIDS, melakukan pengabdian masyarakat berupa edukasi/penyuluhan, konsultasi, melakukan publikasi seperti jurnal, buku, artikel, dan turut berkontribusi untuk mencapai goal ending AIDS 2023.

Editor : Dian Fauzalia

Hari AIDS Sedunia 2023 Bagaimana Cara Pencegahannya?

Esaunggul.ac.id, Hari AIDS Sedunia diperingati pada tanggal 1 Desember setiap tahunnya. Pada tahun ini merupakan Hari AIDS Sedunia ke-35, sejak pertama kali diadakan pada tahun 1988. Adapun tema Hari AIDS Sedunia tahun ini adalah “Let Communities Lead,” yang artinya “Biarkan masyarakat yang memimpin”. Lantas mengapa Hari AIDS Sedunia perlu diperingati, dan kenapa tema tersebut yang dipilih, serta bagaimana sejarahnya dan apa bahaya panyakit AIDS pada manusia. Berikut ini rangkuman hasil perbincangan dengan Prof. Maksum Radji, Gurubesar Mikrobiologi, Prodi Farmasi FIKES, Universitas Esa Unggul Jakarta.

Menurut Prof. Maksum, Hari AIDS Sedunia ini diperingati setiap tahunnya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang HIV dan AIDS serta memberikan perhatian pada orang yang terkena dampak epidemi AIDS ini. Selain itu, peringatan hari AIDS sedunia ini juga sebagai pengingat perjuangan dunia kesehatan dalam menanggulangi berbagai stigma terkait HIV-AIDS dan menekankan pentingnya komitmen kita untuk mengakhiri epidemi HIV.

“Sebuah laporan terbaru yang diluncurkan pada tanggal 28 November 2023 oleh UNAIDS, Let Communities Lead , menunjukkan bahwa AIDS dapat diakhiri sebagai ancaman kesehatan masyarakat pada tahun 2030, namun eliminasi AIDS ini hanya bias dicapai jika masyarakat yang berada di garis depan mendapatkan dukungan penuh yang mereka perlukan baik dari pemerintah maupun dari prganisasi masyarakat lainnya. Adapun makna dari tema hari AIDS sedunia tahun ini adalah dunia dapat mengakhiri AIDS, dengan komunitas yang memimpin. Masyarakat yang hidup dengan berisiko terkena dampak HIV adalah garis depan kemajuan dalam penanggulangan HIV-AIDS. Komunitas yang hidup dengan AIDS berfungsi sebagai penghubung utama antara orang-orang yang berisiko, dengan layanan kesehatan. Selain itu, komunitas juga berperan membangun kepercayaan masyarakat, berinovasi dan terus menjadi pemantau, sekaligus meningkatkan kepedulian dan kerjasama seluruh pemangku kepentingan guna berkontribusi dalam upaya pencegahan HIV-AIDS”, ungkapnya.

Epidemiologi AIDS
Melansir laporan Let Communities Lead, UNAIDS Prof. Maksum menyebutkan bahwa pada tahun 2022 terdapat sekitar 39 juta orang hidup dengan HIV di seluruh dunia, sekitar 1.3 juta orang kasus baru terinfeksi HIV, dan lebih dari 630 ribu orang meninggal akibat HIV-AIDS.
“Program PBB untuk HIV/AIDS (UNAIDS) menargetkan bahwa dunia dapat mengakhiri epidemi HIV-AIDS sebagai ancaman kesehatan masyarakat pada tahun 2030. Program ini dikenal dengan three zero, yaitu zero infeksi baru HIV, zero kematian akibat AIDS, zero diskriminasi terhadap orang dengan HIV-AIDS (ODHA). Goal three zero HIV-AIDS ini dapat dicapai hanya jika masyarakat berkomitmen dan berperan serta secara aktif bersama para pemangku kepentingan lainnya dalam mengatasi hambatan-hambatan upaya pemberantasan HIV-AIDS. Peran pemerintah dan unit-unit pelayanan kesehatan publik serta tokoh masyarakat perlu terus ditingkatkan guna membangun kepercayaan masyarakat, serta memantau implementasi kebijakan dan menjaga akuntabilitas penyedia layanan”, jelasnya.

Prof. Maksum menambahkan bahwa menurut information Kementerian Kesehatan RI, kasus HIV di Indonesia meningkat pada tahun 2023 ini. Dilaporkan bahwa jumlah ibu rumah tangga yang terinfeksi HIV mencapai 35 persen. Angka ini lebih tinggi dibandingkan kasus HIV pada kelompok lainnya seperti pekerja seks dan kelompok MSM (man intercourse with man).

Tingginya insidensi kasus HIV pada ibu rumah tangga ini dapat meningkatkan penularan dari suami ke istri. Menurut Kemenkes RI kasus HIV baru pada kelompok ibu rumah tangga bertambah sebesar 5.100 kasus setiap tahunnya. Ibu rumah tangga yang terinfeksi HIV berisiko tinggi menularkan virus kepada anaknya, baik terjadi sejak dalam kandungan, saat proses kelahiran, atau saat menyusui.

“Secara umum, penularan HIV melalui jalur ibu ke anak ini dapat menyumbang sekitar 20-45 persen dari seluruh sumber penularan HIV lainnya, termasuk melalui hubungan intercourse, penggunaan jarum suntik dan transfusi darah yang tidak aman”, paparnya.

Patofisiologi AIDS
Menurut Prof. Maksum, Human Immunodeficiency Virus (HIV) umumnya ditularkan melalui hubungan seksual, penggunaan obat-obatan terlarang terutama narkoba suntik, dan transmisi vertikal dari ibu ke bayinya, selama proses kelahiran atau melalui air susu ibu. Virus HIV merupakan retrovirus yang dapat menyebabkan melemahnya sistem kekebalan tubuh seseorang. HIV ini dapat menginfeksi dan merusak sel kekebalan seluler yaitu sel T, yang berperan penting dalam sistem imunitas tubuh.

“Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia, sehingga menurunkan kemampuannya dalam melawan penyakit infeksi dan penyakit lainnya. HIV ini menyerang salah satu sel di dalam sel darah putih, yaitu sel T atau CD4. Sel CD4 ini memiliki peran penting untuk menjaga sistem kekebalan tubuh. Apabila tidak ditangani sesegera mungkin, infeksi HIV ini dapat menyebabkan kondisi tubuh sangat lemah sehingga tubuh menjadi rentan terhadap berbagai infeksi dan penyakit serius lainnya. Sindrom inilah yang disebut dengan AIDS atau Acquired Immune Deficiency Syndrome dimana sistem kekebalan tubuh sudah tidak mampu lagi melawan mikroba yang masuk ke dalam tubuh penderita. HIV-AIDS merupakan penyakit serius yang berlangsung bertahun-tahun dan dapat berakibat deadly”, urainya.

Prof. Maksum menambahkan bahwa terdapat beberapa tahapan yang perlu diwaspadai dalam perjalanan infeksi HIV.
1. Periode jendela atau window interval.
Pada periode ini walaupun tubuh telah terinfeksi HIV, pemeriksaan darah belum ditemukan antibodi terhadap HIV. Namun pada periode ini seseorang yang terinfeksi HIV dapat menularkan pada orang lain, ditandai dengan keberadaan HIV dalam darah (viral load) HIV sangat tinggi dan kadar CD4 yang menurun tajam. Periode ini biasanya berlangsung sekitar dua minggu sampai tiga bulan sejak infeksi awal.

2. Periode laten.
Pada peride ini biasanya ditandai dengan gejala ringan atau tanpa gejala (asimtomatik). Keberadaan HIV dalam tubuh (Viral load) menurun dan relatif stabil, namun CD4 berangsur-angsur menurun. Tes darah antibodi terhadap HIV menunjukkan hasil reaktif, walaupun gejala penyakit belum timbul.
Pada fase ini, orang dengan HIV dapat menularkan HIV kepada orang lain.
Masa tanpa gejala ini rata-rata berlangsung selama 2-3 tahun, sedangkan masa dengan gejala ringan bisa berlangsung hingga 5-8 tahun.

3. Periode AIDS.
Pada periode AIDS ini sistem kekebalan tubuh telah menurun drastis, nilai viral load semakin tinggi, dan nilai CD4 sangat rendah sehingga mengakibatkan timbulnya berbagai infeksi oportunistik, antara lain tuberkulosis (TBC), herpes zoster (HZV), kandidiasis oral, pneumonia, infeksi cytomegalovirus, Mycobacterium avium complicated (MAC), Toksoplasmosis, dan beberapa jenis kanker.

Perkembangan dari infeksi HIV menjadi AIDS ditentukan oleh jenis, virulensi virus, dan faktor hospes (daya tahan tubuh). Ada tiga jenis infeksi HIV, yaitu: speedy progressor, berlangsung 2-5 tahun; common progressor, berlangsung 7-15 tahun; dan sluggish progressor, lebih dari 15 tahun setelah infeksi.
Upaya Pencegahan dan Pengobatan.

Menurut Prof. Maksum, WHO masih menganggap bahwa epidemi HIV ini merupakan masalah utama kesehatan masyarakat di seluruh dunia. Meskipun saat ini belum ada obat yang betul-betul mujarab untuk infeksi HIV, namun kemudahan akses untuk prognosis, upaya pencegahan, serta akses pengobatan dan perawatan dapat membantu pengidap HIV untuk menjaga kesehatan mereka guna menjalani hidup lebih lama.
Sayangnya hingga saat ini, sejak pertama kali HIV ini diisolasi pada tahun 1983, belum ditemukan vaksin HIV yang efektif. Oleh sebab itu cara pencegahannya adalah dengan memahami cara penularannya dan menghindari penularannya dengan baik. Penularan HIV hanya bisa terjadi karena adanya kontak dengan cairan tubuh penderita. Kontak cairan tersebut adalah melalui darah, sperma, cairan vagina, cairan anus, serta air susu ibu (ASI). Perlu dicermati juga bahwa HIV tidak dapat ditularkan melalui udara, air, keringat, air mata, air liur, gigitan nyamuk, ataupun sentuhan fisik.

Adapun beberapa cara pencegahan HIV yang dapat dilakukan antara lain adalah, tidak melakukan hubungan seksual yang berisiko tertular HIV khususnya bagi remaja sebelum menikah; setia pada satu pasangan; menghindari penggunaan narkoba, terutama narkoba suntik secara bersama; edukasi akan pentingnya pengobatan ARV (Antiretroviral), serta pentingnya kepatuhan minum obat, bagi orang yang terinfeksi HIV guna menekan keberadaan HIV dalam tubuh (viral load) nya dan mempertahankan kesehatan penderita HIV.

“Obat Antiretroviral (ARV) ini perlu diminum terus menerus, bahkan seumur hidup oleh orang dengan HIV-AIDS (ODHA). Sepanjang pengidap HIV rutin mengonsumsi obat Antiretroviral (ARV), virus HIV dapat ditekan replikasinya sehingga tidak dapat ditularkan kepada orang lain. Disamping itu, viral load harus selalu dipantau secara rutin dan berkala agar tidak menjadi sumber penularan. UNAIDS pada bulan Desember 2020 yang lalu telah menetapkan goal “95-95-95” untuk penanggulangan HIV-AIDS. Maksud dari tatget ini adalah, 95% orang yang hidup dengan HIV mengetahui standing HIV mereka; 95% orang yang mengidap HIV sedang menjalani pengobatan antiretroviral, dan 95% orang yang sedang menjalani pengobatan dengan ARV berhasil menghambat keberadaan HIV (viral load) di dalam tubuhnya. Goal “95, 95, 95” ini telah dicanangkan untuk bisa dicapai pada tahun 2030 secara international, termasuk di Indonesia. Namun demikian, berdasarkan capaian goal yang telah dicapai oleh Indonesia hingga saat ini, tampaknya upaya eliminasi HIV yang dilakukan masih perlu terus ditingkatkan guna mencapai sasaran program three zero, dan goal “95, 95, 95” pada tahun 2030 mendatang”, pungkasnya mengakhiri perbincangan ini.
*