Tag: Bagaimana

Hari AIDS Sedunia 2023 Bagaimana Cara Pencegahannya?

Esaunggul.ac.id, Hari AIDS Sedunia diperingati pada tanggal 1 Desember setiap tahunnya. Pada tahun ini merupakan Hari AIDS Sedunia ke-35, sejak pertama kali diadakan pada tahun 1988. Adapun tema Hari AIDS Sedunia tahun ini adalah “Let Communities Lead,” yang artinya “Biarkan masyarakat yang memimpin”. Lantas mengapa Hari AIDS Sedunia perlu diperingati, dan kenapa tema tersebut yang dipilih, serta bagaimana sejarahnya dan apa bahaya panyakit AIDS pada manusia. Berikut ini rangkuman hasil perbincangan dengan Prof. Maksum Radji, Gurubesar Mikrobiologi, Prodi Farmasi FIKES, Universitas Esa Unggul Jakarta.

Menurut Prof. Maksum, Hari AIDS Sedunia ini diperingati setiap tahunnya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang HIV dan AIDS serta memberikan perhatian pada orang yang terkena dampak epidemi AIDS ini. Selain itu, peringatan hari AIDS sedunia ini juga sebagai pengingat perjuangan dunia kesehatan dalam menanggulangi berbagai stigma terkait HIV-AIDS dan menekankan pentingnya komitmen kita untuk mengakhiri epidemi HIV.

“Sebuah laporan terbaru yang diluncurkan pada tanggal 28 November 2023 oleh UNAIDS, Let Communities Lead , menunjukkan bahwa AIDS dapat diakhiri sebagai ancaman kesehatan masyarakat pada tahun 2030, namun eliminasi AIDS ini hanya bias dicapai jika masyarakat yang berada di garis depan mendapatkan dukungan penuh yang mereka perlukan baik dari pemerintah maupun dari prganisasi masyarakat lainnya. Adapun makna dari tema hari AIDS sedunia tahun ini adalah dunia dapat mengakhiri AIDS, dengan komunitas yang memimpin. Masyarakat yang hidup dengan berisiko terkena dampak HIV adalah garis depan kemajuan dalam penanggulangan HIV-AIDS. Komunitas yang hidup dengan AIDS berfungsi sebagai penghubung utama antara orang-orang yang berisiko, dengan layanan kesehatan. Selain itu, komunitas juga berperan membangun kepercayaan masyarakat, berinovasi dan terus menjadi pemantau, sekaligus meningkatkan kepedulian dan kerjasama seluruh pemangku kepentingan guna berkontribusi dalam upaya pencegahan HIV-AIDS”, ungkapnya.

Epidemiologi AIDS
Melansir laporan Let Communities Lead, UNAIDS Prof. Maksum menyebutkan bahwa pada tahun 2022 terdapat sekitar 39 juta orang hidup dengan HIV di seluruh dunia, sekitar 1.3 juta orang kasus baru terinfeksi HIV, dan lebih dari 630 ribu orang meninggal akibat HIV-AIDS.
“Program PBB untuk HIV/AIDS (UNAIDS) menargetkan bahwa dunia dapat mengakhiri epidemi HIV-AIDS sebagai ancaman kesehatan masyarakat pada tahun 2030. Program ini dikenal dengan three zero, yaitu zero infeksi baru HIV, zero kematian akibat AIDS, zero diskriminasi terhadap orang dengan HIV-AIDS (ODHA). Goal three zero HIV-AIDS ini dapat dicapai hanya jika masyarakat berkomitmen dan berperan serta secara aktif bersama para pemangku kepentingan lainnya dalam mengatasi hambatan-hambatan upaya pemberantasan HIV-AIDS. Peran pemerintah dan unit-unit pelayanan kesehatan publik serta tokoh masyarakat perlu terus ditingkatkan guna membangun kepercayaan masyarakat, serta memantau implementasi kebijakan dan menjaga akuntabilitas penyedia layanan”, jelasnya.

Prof. Maksum menambahkan bahwa menurut information Kementerian Kesehatan RI, kasus HIV di Indonesia meningkat pada tahun 2023 ini. Dilaporkan bahwa jumlah ibu rumah tangga yang terinfeksi HIV mencapai 35 persen. Angka ini lebih tinggi dibandingkan kasus HIV pada kelompok lainnya seperti pekerja seks dan kelompok MSM (man intercourse with man).

Tingginya insidensi kasus HIV pada ibu rumah tangga ini dapat meningkatkan penularan dari suami ke istri. Menurut Kemenkes RI kasus HIV baru pada kelompok ibu rumah tangga bertambah sebesar 5.100 kasus setiap tahunnya. Ibu rumah tangga yang terinfeksi HIV berisiko tinggi menularkan virus kepada anaknya, baik terjadi sejak dalam kandungan, saat proses kelahiran, atau saat menyusui.

“Secara umum, penularan HIV melalui jalur ibu ke anak ini dapat menyumbang sekitar 20-45 persen dari seluruh sumber penularan HIV lainnya, termasuk melalui hubungan intercourse, penggunaan jarum suntik dan transfusi darah yang tidak aman”, paparnya.

Patofisiologi AIDS
Menurut Prof. Maksum, Human Immunodeficiency Virus (HIV) umumnya ditularkan melalui hubungan seksual, penggunaan obat-obatan terlarang terutama narkoba suntik, dan transmisi vertikal dari ibu ke bayinya, selama proses kelahiran atau melalui air susu ibu. Virus HIV merupakan retrovirus yang dapat menyebabkan melemahnya sistem kekebalan tubuh seseorang. HIV ini dapat menginfeksi dan merusak sel kekebalan seluler yaitu sel T, yang berperan penting dalam sistem imunitas tubuh.

“Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia, sehingga menurunkan kemampuannya dalam melawan penyakit infeksi dan penyakit lainnya. HIV ini menyerang salah satu sel di dalam sel darah putih, yaitu sel T atau CD4. Sel CD4 ini memiliki peran penting untuk menjaga sistem kekebalan tubuh. Apabila tidak ditangani sesegera mungkin, infeksi HIV ini dapat menyebabkan kondisi tubuh sangat lemah sehingga tubuh menjadi rentan terhadap berbagai infeksi dan penyakit serius lainnya. Sindrom inilah yang disebut dengan AIDS atau Acquired Immune Deficiency Syndrome dimana sistem kekebalan tubuh sudah tidak mampu lagi melawan mikroba yang masuk ke dalam tubuh penderita. HIV-AIDS merupakan penyakit serius yang berlangsung bertahun-tahun dan dapat berakibat deadly”, urainya.

Prof. Maksum menambahkan bahwa terdapat beberapa tahapan yang perlu diwaspadai dalam perjalanan infeksi HIV.
1. Periode jendela atau window interval.
Pada periode ini walaupun tubuh telah terinfeksi HIV, pemeriksaan darah belum ditemukan antibodi terhadap HIV. Namun pada periode ini seseorang yang terinfeksi HIV dapat menularkan pada orang lain, ditandai dengan keberadaan HIV dalam darah (viral load) HIV sangat tinggi dan kadar CD4 yang menurun tajam. Periode ini biasanya berlangsung sekitar dua minggu sampai tiga bulan sejak infeksi awal.

2. Periode laten.
Pada peride ini biasanya ditandai dengan gejala ringan atau tanpa gejala (asimtomatik). Keberadaan HIV dalam tubuh (Viral load) menurun dan relatif stabil, namun CD4 berangsur-angsur menurun. Tes darah antibodi terhadap HIV menunjukkan hasil reaktif, walaupun gejala penyakit belum timbul.
Pada fase ini, orang dengan HIV dapat menularkan HIV kepada orang lain.
Masa tanpa gejala ini rata-rata berlangsung selama 2-3 tahun, sedangkan masa dengan gejala ringan bisa berlangsung hingga 5-8 tahun.

3. Periode AIDS.
Pada periode AIDS ini sistem kekebalan tubuh telah menurun drastis, nilai viral load semakin tinggi, dan nilai CD4 sangat rendah sehingga mengakibatkan timbulnya berbagai infeksi oportunistik, antara lain tuberkulosis (TBC), herpes zoster (HZV), kandidiasis oral, pneumonia, infeksi cytomegalovirus, Mycobacterium avium complicated (MAC), Toksoplasmosis, dan beberapa jenis kanker.

Perkembangan dari infeksi HIV menjadi AIDS ditentukan oleh jenis, virulensi virus, dan faktor hospes (daya tahan tubuh). Ada tiga jenis infeksi HIV, yaitu: speedy progressor, berlangsung 2-5 tahun; common progressor, berlangsung 7-15 tahun; dan sluggish progressor, lebih dari 15 tahun setelah infeksi.
Upaya Pencegahan dan Pengobatan.

Menurut Prof. Maksum, WHO masih menganggap bahwa epidemi HIV ini merupakan masalah utama kesehatan masyarakat di seluruh dunia. Meskipun saat ini belum ada obat yang betul-betul mujarab untuk infeksi HIV, namun kemudahan akses untuk prognosis, upaya pencegahan, serta akses pengobatan dan perawatan dapat membantu pengidap HIV untuk menjaga kesehatan mereka guna menjalani hidup lebih lama.
Sayangnya hingga saat ini, sejak pertama kali HIV ini diisolasi pada tahun 1983, belum ditemukan vaksin HIV yang efektif. Oleh sebab itu cara pencegahannya adalah dengan memahami cara penularannya dan menghindari penularannya dengan baik. Penularan HIV hanya bisa terjadi karena adanya kontak dengan cairan tubuh penderita. Kontak cairan tersebut adalah melalui darah, sperma, cairan vagina, cairan anus, serta air susu ibu (ASI). Perlu dicermati juga bahwa HIV tidak dapat ditularkan melalui udara, air, keringat, air mata, air liur, gigitan nyamuk, ataupun sentuhan fisik.

Adapun beberapa cara pencegahan HIV yang dapat dilakukan antara lain adalah, tidak melakukan hubungan seksual yang berisiko tertular HIV khususnya bagi remaja sebelum menikah; setia pada satu pasangan; menghindari penggunaan narkoba, terutama narkoba suntik secara bersama; edukasi akan pentingnya pengobatan ARV (Antiretroviral), serta pentingnya kepatuhan minum obat, bagi orang yang terinfeksi HIV guna menekan keberadaan HIV dalam tubuh (viral load) nya dan mempertahankan kesehatan penderita HIV.

“Obat Antiretroviral (ARV) ini perlu diminum terus menerus, bahkan seumur hidup oleh orang dengan HIV-AIDS (ODHA). Sepanjang pengidap HIV rutin mengonsumsi obat Antiretroviral (ARV), virus HIV dapat ditekan replikasinya sehingga tidak dapat ditularkan kepada orang lain. Disamping itu, viral load harus selalu dipantau secara rutin dan berkala agar tidak menjadi sumber penularan. UNAIDS pada bulan Desember 2020 yang lalu telah menetapkan goal “95-95-95” untuk penanggulangan HIV-AIDS. Maksud dari tatget ini adalah, 95% orang yang hidup dengan HIV mengetahui standing HIV mereka; 95% orang yang mengidap HIV sedang menjalani pengobatan antiretroviral, dan 95% orang yang sedang menjalani pengobatan dengan ARV berhasil menghambat keberadaan HIV (viral load) di dalam tubuhnya. Goal “95, 95, 95” ini telah dicanangkan untuk bisa dicapai pada tahun 2030 secara international, termasuk di Indonesia. Namun demikian, berdasarkan capaian goal yang telah dicapai oleh Indonesia hingga saat ini, tampaknya upaya eliminasi HIV yang dilakukan masih perlu terus ditingkatkan guna mencapai sasaran program three zero, dan goal “95, 95, 95” pada tahun 2030 mendatang”, pungkasnya mengakhiri perbincangan ini.
*

Bagaimana Memperjuangkan Hal yang Belum Dijamin Allah

Bagaimana Memperjuangkan Hal yang Belum Dijamin Allah Dosen Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Muhammadiyah Jakarta, Muhammad Choirin, saat membuka Pengajian Ahad pagi (10/9/2023) di Masjid At-Tanwir Kantor Pimpinan Pusat Muhammadiyah, mengungkapkan bahwa manusia diciptakan oleh Allah dari dua unsur pembentukan; unsur tanah dan unsur langit.

Baca juga : Memahami Hari Akhir sebagai Bentuk Ketahanan Masa Depan

Pria yang dikenal dengan sapaan Ustadz Choi ini lalu menyitir sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Mas’ud bahwa Nabi bersabda, “Sesungguhnya setiap kalian dikumpulkan penciptaannya di perut ibunya sebagai setetes mani selama empat puluh hari, kemudian berubah menjadi setetes darah selama empat puluh hari, kemudian menjadi segumpal daging selama empat puluh hari. Kemudian diutus kepadanya seorang malaikat lalu ditiupkan padanya ruh dan dia diperintahkan untuk menetapkan empat perkara: menetapkan rizkinya, ajalnya, amalnya, dan kecelakaan atau kebahagiaannya”.

Lebih lanjut Ustadz alumni Pondok Pesantren Trendy Muhammadiyah Paciran Lamongan ini menjelaskan bahwa hal-hal yang terkait dengan unsur bumi berupa umur, jodoh dan rezeki merupakan hal-hal yang telah ditetapkan Allah sejak zaman azali. Adapun keampunan, ridho dan surga merupakan hal yang belum dijamin bagi manusia. Jika manusia telah ditentukan usianya, takaran rizki dan jodohnya, maka sebaiknya tidak ada satupun manusia yang telah mendapatkan jaminan keampunan dan surga Allah. Oleh karena itu manusia harus lebih memperjuangkan akherat daripada dunia yang telah ditetapkan takarannya.

“Silakan perhatikan dalam ayat-ayat al-Qur’an. Pada saat Allah berbicara tentang ampunan dan surga, Allah menyuruhnya Wa Sari’u ila Maghfiratin Min Rabbiium wa Jannah. Pada saat berbicara tentang kenikmatan surga, Allah menyuruhnya wafi dzalika falyatanafasil Mutanafisun. Ketika Allah menyuruh melakukan kebaikan, bahasanya Fastabiqul Khairat. Pada saat menyuruh menempuh jalan Allah, perintahnya Fafirru Ila Allah. Namun pada saat Allah bicara tentang keduniaan dan kekayaan, Allah hanya bilang Famsyu fi Manakibiha wa Kulu min Rizkih,” papar Ustadz Choi.

Hal ini menurutnya, menandakan bahwa akhirat yang limitless itu harus lebih diperjuangkan; tanafus, musara’ah dan juga Fafirru ila Allah. Adapun untuk urusan perut keduniaan yang restricted, disebut wala tansa nasibaka.. famsyu fi manakibaha. Hanya dengan ungkapan “berjalanlah”dan” jangan lupa”

Pengurus Majelis Tabligh PP Muhammadiyah ini juga menyitir ayat ke-2 surah Al-Mulk yang menekankan agar kita mencari keberkahan dan menghadirkan kemanfaatan sebanyak-banyaknya. “Dalam melakukan amal, yang paling penting bukan yang paling banyak (akstar), tapi yang penting adalah yang paling baik benar (ahsan),” tegasnya.

Di akhir kajian, lulusan Worldwide Islamic Name Faculty ini menyebut bahwa dari sekian banyak doa yang diajarkan oleh Nabi Muhammad adalah doa memohon kekeberkahan, seperti doa hendak makan, doa perkawinan dan juga doa kelahiran bayi. “Kyai Ahmad Dahlan mencontoh kepada kita kehidupan yang berkah. Di usianya yang tergolong muda (wafat usia 54 tahun), Beliau telah meninggalkan legasi yang sangat besar berupa Persyarikatan Muhammadiyah,” pungkasnya.

Pengajian Ahad pagi yang terbuka untuk umum ini rutin digelar oleh Majelis Tabligh PP Muhammadiyah di Masjid at-Tanwir Kantor Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Jakarta.

Editor : Tria Patrianti


6

Apa itu Herpes Zoster yang Viral di MEDSOS? Bagaimana Gejalanya?

Apa itu Herpes Zoster yang Viral di MEDSOS? Bagaimana Gejalanya?

Esaunggul.ac.id, Dalam beberapa hari terakhir ini ramai dibicarakan di media sosial tentang gambar atau video seseorang laki-laki mengalami lepuhan atau bintil berair di daerah punggung yang melingkar ke bagian dadanya. Disebutkan bahwa ruam dan lepuhan kecil tersebut adalah Herpes zoster. Bahkan berdar data yang mengatakan bahwa belakangan ini banyak orang yang sedang terkena penyakit Herpes zoster ini. Lantas, apakah herpes zoster, bagaimanakah asal usulnya, apa saja gejalanya dan apakah dapat menimbulkan komplikasi, serta bagaimana pencegahannya?
Berikut ini hasil perbincangan dengan Prof. Maksum Radji, ahli mikrobiologi dari Prodi Farmasi FIKES, Universitas Esa Unggul Jakarta.

Herpes Zoster
Prof. Maksum menjelaskan bahwa Herpes zoster, yang juga dikenal sebagai shingles, cacar ular, atau dampa, disebabkan oleh adanya reaktivasi virus varicella-zoster (varicella zoster virus – VZV). Dalam sejarahnya, virus varicella-zoster ini diisolasi pada tahun 1954 oleh Thomas Weller menggunakan kultur sel, dari cairan vesikular pasien Varicella atau Hepes zoster. Namun, baru pada tahun 1965 Edgar Hope-Simpson menyatakan bahwa Herpes zoster disebabkan oleh reaktivasi virus varicella-zoster laten yang ada di dalam tubuh seseorang.
Menjawab pertanyaan, mengapa disebut dengan reaktivasi, Prof. Maksum mengungkapkan bahwa karena seseorang yang pernah terserang virus cacar air dapat berkembang menjadi Herpes zoster. Penyakit Cacar air yang disebabkan oleh virus varicella zoster (VZV) yang umumnya terjadi pada masa anak-anak ini dapat tetap hidup atau laten di dalam tubuh seseorang yang telah sembuh.
“Virus varicella-zoster ini bertahan di ganglia saraf sensorik, sehingga pada masa laten ini virus dapat aktif kembali yang mengakibatkan seseorang menderita Herpes zoster. Jadi pada dasarnya, Herpes zoster adalah hasil dari reaktivasi infeksi virus varicella-zoster yang sudah ada di dalam tubuh atau bersifat laten. Selama terjadi infeksi primer, yaitu berupa cacar air (chickenpox), virus varicella zoster dapat bermigrasi dari lesi kulit ke ganglia sensoris kranialis dan spinalis melalui transportasi akson di mana virus ini menetap secara permanen. Dalam bentuk laten ini, replikasinya dapat ditekan oleh sistem kekebalan tubuh hospes, sehingga tidak berkembang. Ketika terjadi reaktivasi, virus varicella zoster dapat turun ke sel epitel kulit melalui akson saraf dan bereplikasi, sehingga menyebabkan infeksi sekunder yang disebut dengan herpes zoster dermatomal”, ucapnya.
Prof. Maksum menambahkan bahwa, reaktivasi biasanya terjadi akibat adanya berbagai faktor, yang antara lain adalah penurunan sistem iminutas tubuh, faktor usia, pengunaan obat imunosupresan, serta stres fisik dan emosional, yang menyebabkan sistem kekebalan tubuh menurun.

Apa saja Gejala Klinis Herpes Zoster
Menurut Prof. Maksum, Herpes zoster umumnya timbul pada bagian sisi tubuh tertentu, sesuai dengan saraf yang terinfeksi. Adapun gejala yang dapat ditimbulkan, antara lain: nyeri berupa rasa panas seperti terbakar atau tertusuk benda tajam pada ruam yang berupa bintil atau lepuhan berisi air yang gatal. Bintil tersebut akan berkembang menjadi luka lepuh yang mengering menjadi koreng dalam beberapa hari, lalu menghilang secara perlahan. Penderita Herpes Zoster umumnya mengalami demam, nyeri kepala, fotofobia (sensitif terhadap cahaya), dan kelelahan. Gejala klinik biasanya akan mereda setelah 14-28 hari.
“Rasa nyeri biasanya termasuk salah satu gejala awal dari Herpes zoster. Beberapa orang yang mengalaminya dapat merasakan rasa nyeri yang parah sebelum munculnya ruam dan lepuhan pada kulit, sehingga seringkali gejala ini disalah artikan sebagai gangguan fungsi organ lainnya seperti gangguan jantung, paru-paru, atau ginjal”, paparnya.

Komplikasi Herpes Zoster
Menjawab pertanyaan tentang apa saja komplikasi yang terjadi akibat Herpes zoster, Prof. Maksum menguraikan bahwa beberapa komplikasi Herpes zoster antara lain adalah:

  1. Submit herpetic neuralgia (PHN). PHN adalah nyeri yang menetap di space awal munculnya ruam setelah lesi sembuh. PHN dapat bertahan selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan dan kadang-kadang dapat bertahan satu tahun atau lebih lama setelah penyembuhan ruam. Risiko seseorang terkena PHN setelah herpes zoster meningkat seiring bertambahnya usia. Orang dewasa yang lebih tua lebih cenderung mengalami rasa sakit yang lebih lama dan lebih parah. Sekitar 10% sampai 18% orang dengan herpes zoster akan mengalami PHN.
  2. Herpes Zoster Ophthalmicus. Herpes zoster yang mempengaruhi saraf mata. Herpes zoster dapat mengakibatkan peradangan pada saraf mata, glaukoma, dan bahkan dapat menyebabkan kehilangan penglihatan.
  3. Disseminated zoster. Zoster diseminata dapat mencakup erupsi kulit umum di mana lesi terjadi di luar dermatom primer atau yang berdekatan. Zoster diseminata ini dapat melibatkan sistem saraf pusat (meningoencephalitis), paru-paru (pneumonitis), dan hati (hepatitis). Zoster diseminata umumnya terjadi pada orang dengan sistem kekebalan yang menurun.
  4. Gangguan pada saraf, misalnya inflamasi pada otak, masalah pada pendengaran, atau bahkan keseimbangan tubuh.
  5. Superinfeksi bakteri pada lesi, biasanya karena bakteri Staphylococcus aureus dan streptococcus beta hemolytic grup A.

Apakah yang disebut dengan Ramsay Hunt Syndrome
Melansir situs https://my.clevelandclinic.org/well being/illnesses/6093-ramsay-hunt-syndrome Prof. Maksum menjelaskan bahwa Ramsay Hunt syndrome atau Herpes zoster oticus, terjadi ketika virus varicella-zoster (cacar air) aktif kembali dan menyebar ke saraf wajah di dekat telinga bagian dalam. Selain ruam herpes zoster yang menyakitkan, Ramsay Hunt syndrome dapat menyebabkan kelumpuhan wajah dan gangguan pendengaran di telinga yang terkena. Sindrom ini disebabkan oleh virus yang sama yang menyebabkan cacar air. Setelah cacar air sembuh, virus masih hidup di saraf, dan bertahun-tahun kemudian, dapat aktif kembali. Ketika hal itu terjadi, dapat mempengaruhi saraf wajah dan saraf pendengaran.
“Adapun komplikasi Ramsay Hunt syndrome meliputi, (1). Gangguan pendengaran permanen dan kelemahan wajah. Umumnya, gangguan pendengaran dan kelumpuhan wajah yang terkait dengan sindrom ini bersifat sementara. Namun, bisa juga menjadi permanen. (2). Kerusakan pada mata. Kelemahan saraf wajah yang disebabkan oleh Ramsay Hunt syndrome membuat sulit menutup kelopak mata. Jika ini terjadi, kornea yang melindungi mata bisa mengalami gangguan sehingga dapat menyebabkan sakit mata dan gangguan penglihatan. (3). Neuralgia submit herpetik. Kondisi yang menyakitkan ini terjadi ketika infeksi herpes zoster merusak serabut saraf. Pesan yang dikirim oleh serabut saraf ini mengalami gangguan dan menyebabkan rasa sakit yang dapat bertahan lama setelah tanda dan gejala sindrom Ramsay Hunt lainnya hilang”, ungkapnya.

Vaksin Herpes Zoster
Mengutip laman https://www.cdc.gov/vaccines/pubs/pinkbook/herpes-zoster.html Prof. Maksum menjelaskan bahwa saat ini sudah ada ada dua jenis vaksin yang tersedia, guna mencegah kemungkinan seseorang terkena Herpes zoster.
“Salah satu vaksin, Zostavax, yang merupakan vaksin virus hidup yang dilemahkan telah tersedia sejak tahun 2006. Sedangkan vaksin kedua, Shingrix, merupakan vaksin rekombinan yang diberikan dua dosis secara intra muskular pada lengan atas, telah tersedia sejak tahun 2017. Efektivitas vaksin Shingrix telah terbukti lebih dari dari 90% dalam upaya pencegahan Herpes zoster”, katanya.

Prof. Maksum menambahkan bahwa Herpes zoster adalah reaktivasi dari penyakit cacar air. Cara untuk mengurangi risiko terjadinya herpes zoster adalah dengan mendapatkan vaksin cacar air atau vaksin varicella. Vaksinasi cacar air perlu dilakukan secara rutin pada anak-anak. Selain itu, pemberian vaksin herpes zoster untuk orang berusia di atas 50 tahun juga dianjurkan, guna mengurangi tingkat keparahan gejala dan mempercepat proses penyembuhan Herpes zoster. Semoga Allah senantiasa melindungi kita semua”, pungkasnya menutup perbincangan ini.
***

Publikasi Karya Ilmiah, Bagaimana? – Universitas Jakarta

Muhammad Fachrie, S.IP., M.A.,  sedang membuka pertemuan digital dan dihadiri beberapa mahasiswa tingkat akhir

Dalam rangka mengedukasi dan memotivasi mahasiswa untuk mempublikasikan karya ilmiah berupa jurnal, Muhammad Fachrie, S.IP., M.A., Dosen Ilmu Hubungan Internasional  dan sekaligus Wakil Dekan 1 Bidang Akademik FISIP Universitas Jakarta, mengadakan pertemuan digital dengan beberapa mahasiswa tingkat akhir jurusan Ilmu Hubungan Internasional, FISIP Universitas Jakarta. Bagi sivitas akademika, publikasi karya ilmiah berupa jurnal menjadi sangat penting untuk melatih mahasiswa menganalisis permasalahan atau fenomena yang terjadi di dunia dan memberikan pencerahan kepada khalayak terkait persoalan yang terjadi.

Pada tahap awal, Muhammad Fachrie, S.IP., M.A., menjelaskan foundation information utama yang digunakan peneliti di Indonesia untuk mempelajari sumber-sumber jurnal, yaitu melalui situs SINTA (Science and Know-how Index). Ia menjelaskan bahwa ada klasifikasi jurnal berdasarkan akreditasinya, mulai dari SINTA 1 s.d. SINTA. Mahasiswa dapat memilih jurnal mana yang mereka inginkan untuk tujuan publikasi karya ilmiah. Namun, mahasiswa harus memperhatikan persyaratan dan ketentuan yang ditetapkan pengelola jurnal. Setiap jurnal bisa saja memiliki persyaratan dan ketentuan yang berbeda satu dan lainnya.

Muhammad Fachrie, S.IP., M.A.,  sedang mempresentasikan situs SINTA (Science and Know-how Index) sebagai foundation information bagi peneliti dalam mempelajari jurnal-jurnal yang terindeks 

Ia juga menjelaskan pentingnya mahasiswa mempelajari guideline atau pedoman yang diinformasikan pengelola jurnal. Pedoman ini menjadi petunjuk bagi mahasiswa untuk menyusun format penulisan yang sesuai atau yang ditentukan oleh pengelola jurnal. Ia mengingatkan bahwa format tulisan yang sesuai menjadi penentu bagi reviewer jurnal untuk menerima atau menolak jurnal yang diajukan, sehingga mahasiswa tidak boleh menyusun jurnal sesuai dengan keinginan pribadi tapi mengikuti ketentuan yang ditetapkan. Mahasiswa sebagai peneliti dituntut untuk teliti dalam mempelajari, menyusun narasi dan information, dan mengikuti arahan dan ketentuan.

Pada akhir pertemuan, Ia memotivasi mahasiswa untuk meningkatkan kapasitas mereka dalam mempelajari dan menekuni Ilmu Hubungan Internasional dengan sebaik dan semaksimal mungkin. Publikasi karya ilmiah menjadi salah satu pengalaman belajar yang akan meningkatkan hardskill and softskill yang berguna bagi mahasiswa setelah lulus nanti.